Kamis, 21 Juni 2012

Tenun Ikat Kupang Diminati di Jepang


KUPANG – Kain tenun tradisional ikat asal Nusa Tenggara Timur (NTT) tetap eksis di tengah lajunya kemajuan industri tekstil. Kain tenun ikat hasil olahan tangan para perempuan Kupang itu kini menembus pangsa pasar Jepang. Mereka menyukai tenun dengan motif flora dan fauna seperti buaya atau komodo.

Tenun adalah seni kerajinan tekstil yang cukup penting dalam kehidupan masyarakat NTT, selain untuk memenuhi kebutuhan sandang sehari-hari juga untuk menambah penghasilan keluarga. Usaha pembuatan tenun ikat ini dilakukan oleh kaum perempuan sejak mereka remaja hingga tua. 
 Masing-masing daerah di NTT yang dihuni sekitar 15 etnis memiliki potensi tenun yang menganggumkan. Uniknya lagi, hampir di setiap wilayah di NTT memiliki motif dan teknik menenun yang berbeda, begitu juga dengan warna yang ditampilkan.
Teknik tenun bisa digolongkan dalam tiga cara, yakni tenun ikat, tenun buna, dan tenun lotis. Ketiga teknik ini diwariskan secara turun-temurun sehingga menghasilkan jenis dan motif berbeda.
Orang Jepang ternyata sangat meminati kain tenun ikat NTT terutama dengan motif flora dan fauna dan ini hanya dihasilkan di sekitar Pulau Sabu. Mereka juga menyukai motif binatang seperti buaya atau jenis reptilia yang secara setia dipegang etnis Timor.
Salah satu lokasi sentra tenun ikat di Kupang berada di Jalan Kebun Raja II Kelurahan Naikoten I Kupang, NTT, milik Dorce Lussi. Dia menamankan sentra tenun ikatnya dengan nama Ina Ndao. Kain tenun hasil olahan Dorce Lussi selain untuk mencukupi permintaan lokal seperti Surabaya, Jawa Timur serta daerah wisata seperti di Denpasar, Bali ternyata juga diekspor ke Negeri Sakura, Jepang.
“Kami sudah menjual hasil kain tenun ikat Kupang ini hingga ke Jepang. Meski memang tetap harus melalui Surabaya, Jawa Timur,” ujar Ny. Febri (37), salah seorang karyawan di sentra tenun ikat Ina Ndao kepada SH ketika mengunjungi lokasi usaha Dorce Lussi, akhir Juni 2005 lalu.
Kebetulan Dorce Lussi, sang pemilik sentra tenun ikat itu sedang mengikuti Pekan Raya Jakarta (PRJ) di Jakarta. Sentra tenun ikat Ina Ndao merupakan satu dari 15 mitra binaan PT Jasa Raharja yang pernah mengikuti Pameran BUMN ICRA 2004 di Jakarta Convention Centre.
Menurut Ny. Febri, sebagian besar kain tenun ikat yang dihasilkan sentra tenun ikat Ina Ndao adalah motif dari daerah Rotte dan Sabu dengan ciri utama didominasi dengan warna gelap seperti hitam dan merah tua.
”Kain tenun ikat Kupang ini dapat dijual tidak hanya dalam bentuk kain panjang tapi juga dapat dimodifikasi menjadi sarung, selimut, jas, rompi, dompet, penutup leher serta kebaya. Namun, kebanyakan pemesan lebih menyukai kain tenun ikan dalam bentuk kain panjang,” tuturnya.
Kain tenun ikat Kupang paling murah berharga Rp 150.000 untuk ukuran 1,5 meter x 3 meter dan bisa mencapai Rp 10 juta selembarnya.”Kain tenun ikat asal Kupang termasuk daerah lainnya di Provinsi Nusa Tenggara Timur sebagian besar dikerjakan dengan menggunakan alat tradisional yang terbuat dari kayu cendana atau kayu hitam,” jelas Ny. Febri lagi.
Dia menyebutkan untuk mengerjakan kain tenun ikat untuk model jas dibutuhkan waktu sekitar 10 hari lebih. Untuk jas ukuran kecil memakan waktu sekitar empat hari.
”Sebagiah besar pekerja yang membuat kain tenun ikan di sentra kain tenun ikat Ina Ndao adalah para remaja. Di antara mereka ada yang masih berstatus pelajar. Biasanya mereka mengerjakan kain tenun ikat sepulang dari sekolah,” tambahnya.
Dipasok dari Luar Kupang
Bahan baku untuk usaha kain tenun ikat di Kupang dipasok dari sejumlah daerah terutama dari Surabaya, Jawa Timur. Bahan baku tersebut berupa benang termasuk juga bahan baku warna. Alat tenun yang terbuat dari kayu cukup didatangkan dari daerah di luuar Kota Kupang seperti dari Desa So’e, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS). Alat tenun kain di NTT tidak jauh berbeda dibanding dengan daerah lainnya di Tanah Air.
Usaha kain tenun ikat Ina Ndao bisa berkembang pesat tidak lepas dari keterlibatan PT Jasa Raharja, satu dari sekian banyak badan usaha milik negara (BUMN) yang memberikan suntikan modal usaha dalam sebuah program yang dikenal dengan nama Program Kemitraan Bina Lingkungan (PKBL).
Dari 1992 hingga 2005 pihak PT Jasa Raharja Nusa Tenggara Timur (NTT) menurut Kepala Cabangnya, Syaiful Hazairin telah mengeluarkan sedikitnya 4,7 miliar untuk PKBL itu. Dari jumlah itu, sekitar Rp 600 juta sudah tersalurkan kepada usaha kecil dan menengah (UKM) di wilayah Provinsi NTT.
“Kami sangat dibantu oleh pihak PT Jasa Raharja NTT,” ungkap Ny. Febri, karyawan di sentra kain tenun ikat Ina Ndao. Dia mengakui, usaha kain tenun ikat ini pertama kali mendapat suntikan dana modal dari PT Jasa Raharja sebesar Rp 25 juta.
Pinjaman kedua mencapai Rp 10 juta lebih. Kini, usaha kain tenun ikat Ina Ndao telah berkembang. Bahkan, kini telah merambah ke bidang lainnya seperti menyediakan bahan-bahan tenun dari Parada serta usaha percetakan.
Untuk memasarkan hasilnya, sentra kain tenun ikat Ina Ndao juga membuka toko yang menjual langsung hasil olahan kain tenun ikat seperti jas, kebaya, sarung, kopiah shalat, dompet serta kain untuk menutup leher. Warga Kupang yang ingin membeli bisa langsung ke toko yang terletak di lantai dua di sentra kain tenun ikat Ina Ndao.
(SH/norman meoko)


Hubungi : 087872111817 / 081211619177 / PIN : 75637A3F
Disadur : http://www.sinarharapan.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar